Senin, 15 Juni 2009

PENYEBARAN DHAMMA

AGAMA DAN DHAMMA DALAM

KEHIDUPAN

  1. PENGERTIAN

Agama adalah sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dan dewa/guru dengan ajaran kewajiban-kewajiban serta kebaktian yang bertalian dengan keyakinan (KBBI, 1999:10). Artinya agama sebagai sistem dan prinsip dalam mengakui kebenaran terhadap Tuhan dan dewa/guru dengan menjalankan kewajiban kebaktian, untuk mengerti, memahami serta mengetahui kebenaran-Nya. Pengertian agama di atas merupakan pemahaman yang mendasar dalam masyarakat dan memberikan keyakinan kuat terhadap agama.

Banyaknya pemahaman dan pengertaian yang berkembang mengenai agama dalam masyarakat bukan sebuah pilihan atau kebenaran mutlak. Karena hanya pengantar untuk memahami praktek dalam mejalankan kehidupan. Tetapi, pemahaman dan pengertian yang “bijaksana” dalam mengartikan sebuah kata yaitu “agama” mempunyai dampak besar dalam kehidupan. Kepercayaan dan keyakinan tidak cukup untuk mencapai kehidupan yang bahagian. Karena kepercayaan dan keyakian tanpa didasari pemahaman yang bijak cenderung membentuk “kepercayaan dan keyakinan yang membuta”.

Kepercayaan dan keyakinan yang membuta bertentangan dengan semangat dalam praktek Dhamma. Menggantungkan diri pada do’a, memohon kekuatan eksternal dan takhayul yang bertentangan dengan cara hidup dalam praktek Dhamma. Pentingnya memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tidak membuta adalah untuk menganalisa agama dan diterapkan dalam kehidupan nyata.

Dalam perspektif Budhis kepercayaan dan kebaktian tidak cukup dijadikan salah satu prasyarat kriteria agama, karena yang terpenting adalah praktek nilai-nilai moral dalam kehidupan. Buddha mengatakan bahwa terdapat nilai di dalam perbuatan (kamma); pengorbanan dan persembahan; terdapat akibat (vipaka) dari perbuatan baik atau buruk; terdapat dunia sekarang berarti ada dunia setelah kematian; terdapat kewajiban moral seperti berbakti kepada orang tua; terdapat guru yang telah mempratekkan, mencapai tujuan dari ajaran, membabarkan pemahaman mengenai hakekat dunia sekarang dan dunia seberang (M.iii.72).

Buddhis mengartikan “ägama” dari bahasa päli berasal dari kata ä-gam-a. Gam artinya “pergi” karena mendapat awalan ä maka diartikan “kebalikan dari pergi” yaitu “datang”. Akhiran a dibelakang membentuk akar kata gam menjadi ä-gam-a. Jadi “ägama” diartikan sebagai datang, kanon Budhis, aturan, disiplin dan latihan dalam menjalankan kehidupan (Supandi, 2001:169-194). Maksudnya manusia datang mendekat, menemui, mempelajari sumber (kitab suci) dari doktrin ajaran sebagai peraturan disiplin dan pengetahuan dalam menjalankan kehidupan. Karena bukan dengan kepercayaan dan keyakinan untuk mempraktekan ajaran ägama. Tetapi, dengan datang, melihat, mempraktekan, membuktikan dan merasakan manfaat dalam kehidupan (ehipasiko) (A.i.156-158). Dengan cara demikian manusia dapat melihat dan merasakan manfaat dari praktek ajaran agama.

Kehidupan masyarakat Buddhis dibangun sepenuhnya atas dasar keyakinan kepada Buddha, Dhamma dan Sańgha. Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna dengan kekuatan-Nya, guru pembimbing dewa dan manusia, Dhamma sebagai Jalan pembebasan dan Ariya-Sańgha adalah empat pasang mahkluk suci (Sotapatti, Sakadagami, Anagami dan Arahat) (M.i.37). Demikian pencapaian Pembebasan yang dibuktikan melalui praktik dan pengalaman.

Buddha tidak mengajarkan keyakinan yang membuta atau mengharapkan siswa-Nya mempraktekkan Dhamma hanya dikarenakan rasa hormatnya terhadap guru. Namun, mengenal, memahami dan mengerti Dhamma yang telah diajarkan (M.i.38). Buddha mengemukakan fakta kehidupan, menganjurkan siswa-Nya untuk menolak pandangan yang tidak sesuai dengan kebenaran; tidak mengharapkan mempunyai keyakinan membuta; mengusahakan dengan upaya yang diperlukan dan membebaskan diri dari alam penderitaan (samsara) dengan penuh kesadaran. Manusia sendiri yang harus berusaha, Tathāgata hanya menunjukan Jalan (Dhp.279). Manusia berjuang dan bangkit dengan kesadaran Dhamma untuk melepaskan diri dari pasukan raja kematian (S.i.156). Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, Buddha mengajarkan bahwa kesucian dan pembebasan seharusnya tidak tergantung kepada manusia atau dewa yang dikatakan sebagai guru serta juru selamat.

Pemikiran mengenai makhluk yang meningkatkan kehidupan manusia dari bawah menuju tingkat tertinggi dan menyelamatkannya, cenderung membuat manusia menjadi malas, lemah dan bodoh. Buddha mendesak pengikut-Nya untuk percaya pada diri sendiri karena pembebasan dari penderitaan dicapai melalui usaha sendiri.

Buddha tidak hanya menyadari realitas tertinggi tetapi membabarkan pengetahuan-Nya yang merupakan ajaran tunggal kepada dewa dan manusia secara jelas untuk memberikan bentuk pemahaman bahwa ajaran Buddha tampil sebagai ägama positif yang dapat dibuktikan semua makhluk (Dhammananda, 2003:48). Dengan ajaran tertinggi yang menghasilkan pengetahuan bagi pengikut-Nya dapat menjadikan pengikut Buddha bebas dari kepercayaan membuta dan tidak menjadikan penghambat dalam memahami kebenaran.

  1. AGAMA DAN DHAMMA

Budhis melihat agama tidak hanya sebagai kepercayaan atau keyakinan yang merupakan prinsip dalam menjalankan kewajiban dan kebaktian. Tetapi, sebagai doktrin, ajaran, peraturan disiplin dan pengetahuan (Dhamma dan Vinaya) dinamakan Buddha-sasana atau Buddha-Dhamma untuk menjalankan kehidupan. Doktrin dan ajaran yang di maksud mengacu pada Dhamma” sebagai ide Yang Benar/Kebenaran Sejati, Sang Jalan, Buah dari praktek, pemadam kehausan, kerinduan terhadap kesenangan dan nafsu keinginan rendah (taêha) (Khp.i.19).

Semua keinginan rendah menjadi penyebab penderitaan dan hanya dapat dilenyapkan dengan Dhamma yang mengacu pada Empat Kebenaran Ariya (cattari ariya saccani) yaitu (1) Penderitaan (dukkha-ariyasacca) (2) Sabab Penderitaan (dukkha-samudaya-ariyasacca) (3) Berhentinya Penderitaan (dukkha-nirodha-ariyasacca) (4) Jalan Menghentikan Penderitaan (dukkha-nirodhagämini-paëipadä-ariyasacca) dengan menjalankan Jalan Ariya Berunsur Delapan (aëëhaégika-magga) yaitu (1) Pandangan Benar (sammä-diëëhi) (2) Pikiran Benar (sammä-saékappa) (3) Ucapan Benar (sammä-väcä) (4) Perbuatan Benar (sammä-kammnta) (5) Mata Pencaharian Benar (sammä-äjiva) (6) Usaha Benar (sammä-väyäma) (7) Perhatian Benar (sammä-sati) (8) Meditasi Benar (sammä-samädhi) semuanya merupakan Kebenaran Tertinggi (A.ii.24; Vin.i.9; S.v.421).

Dhamma diartikan dalam banyak pengertian. Di barat Dhamma disebut sebagai istilah Buddhism (paham). Karena Dhamma dalam pengertian keagamaan adalah ajaran yang menyangkut Kebenaran Mutlak (transenden), hukum etika yang menguasai dan mengatur alam semesta. Buddha-Dhamma bukan ciptaan manusia karena Tathagata muncul atau tidak Dhamma sebagai hukum yang mengatur dan sebab-akibat tetap ada dialam semesta. Buddha hanya memahami, mencapai penerangan, mengumumkan, mengajar, menyingkapkan, merumudkan, menyatakan, menguraikan, menjelaskan dan berkata “Lihatlah! Karena kondisi ini maka terjadi itu” (S.ii.25).

Buddha-Dhamma merupakan sistem perenungan, pengembangan batin dan peraturan pelatihan dalam kkehidupan yang membawa kebahagian. Pengertian demikian lebih luas dari pengertian agama pada umunya yang menyatakan agama merupakan kepercayaan dan keyakinan, pemujaan, ketergantungan pada kekuatan eksternal (Rashid.1996;52).

Berlindung kepada Tiratana tidak berarti menyerahkan kehidupan. Karena setiap manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab terhadap kehidupannya. Baik dan buruk kehidupan manusia ditentukan diri sendiri. Buddha hanya sebagai guru, penolong, penyelamat dan penyelamat yang menunjukkan Jalan (Dhp.276).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar